Bisnis e-commerce yang sedang berkembang saat ini memberikan dampak yang sangat luas bagi sector perekonomian dunia. Salah satunya adalah dapat mengubah peta logistic global. Di beberapa negara, perdagangan online ini telah bersentuhan secara langsung dengan hampir setiap aspek ritel, beberapa lainnya lagi masih baru berkembang di tahap awal.
Dikutip dari Bisnis.com, menurut hasil penelitian dari Savills World Reseacrh yang terbaru mengatakan bahwa China dan Korea masih menjadi pemimpin e-commerce yang menawarkan peluang terbesar untuk sector logistic. Lebih dari 25% dari seluruh jumlah belanja ritel di China kini dilakukan secara online. Hal tersebut membuat negara tirai bambu ini menjadi pasar e-commerce terbesar di dunia.
Suksesnya China menjadi pemimpin pasar e-commerce ini tak lain telah didukung oleh beberapa faktor yakni diantaranya adalah jumlah populasi masyarakat pengguna ponsel untuk pembayaran di China sangatlah tinggi. Beberapa perusahaan dompet digital di China bahkan telah terintegrasi secara langsung dengan portal e-commerce yang ada yang tentunya menyebabkan aktivitas belanja online menjadi lebih mudah dan berkembang dengan sangat pesat.
Pasar logistic China sendiri didominasi oleh dua pemain besar yang kini tak hanya menjalankan aktivitasnya di China saja, namun telah merambah ke seluruh dunia. Salah satunya bahkan telah mengembangkan jaringan logistiknya sendiri untuk mengirimkan barangnya ke konsumen.
Pemain besar ini bisa saja memproses 100 juta paket dalam sehari dan menargetkan angka hingga 1 miliar per hari dalam satu decade ke depan. Tak hanya bergerak di online saja, para pemain e-commerce asal China tersebut juga merambah ke sector offline dengan membuka toko ritelnya sendiri.
Sedangkan untuk posisi kedua sebagai pemimpin pasar e-commerce dunia, Korea memiliki presentase sebesar 24% untuk belanja ritel yang dilakukan secara online. Menurut data dari Savills Korea Research & Consultacy, ada sekitar 400 pusat logistic yang berada di area seluas lebih dari 10.000 meter persegi di kawasan Seoul Metropolitan Area (SMA).
Angka ini berubah terus-menerus hingga tahun 2018 menjadi 1,8 juta meter persegi dan naik menjadi 1,9 juta meter persegi di 2019 yang dimanfaatkan sebagai pusat logistic.
Namun, tingkat imbal hasil untuk asset logitsik Korea sendiri dilaporkan sedikit menurun tapi masih dikategorikan lebih tinggi disbanding imbal asset yang digunakan sebagai perkantoran. Maisng-masing memiliki prosentase sebesar 8% dan 6% atau selisihnya sekitar 200 basis poin.
Bagi negara Asia dan Eropa yang diuntungkan dengan populasi penduduk yang tinggi, hal berbeda justru dialami oleh negara di Amerika, Australia, dan Kanada dimana mereka harus bersaing ketat karena penduduknya tersebar di daerah yang lebih luas. Hal tersebut tentunya sangat berpengaruh kepada efisiensi bisnis pengiriman.
Kepala Layanan Industri Savills di Amerika Utara, Adam Petrillo mengatakan prediksinya terkait meningkatnya penetrasi ritel online di AS secara bertahap. Pertumbuhan tersebut bukan terkait dengan seberapa besar angkanya meningkat, melainkan lebih ke pertumbuhan berkelanjutan di mana perusahaan harus memiliki strategi omnichannel yang kuat untuk mendukungnya.
Untuk pasar Eropa, nama Inggris menjadi pemimpin ritel online dengan tingkat penetrasi e-commerce sebesar 19% pada tahun 2019, jauh di atas saingan terdekatnya yakni Belanda sebesar 14,9%. Menurut Kevin Mofid, pasar logistic Inggris tumbuh signifikan sejak tahun 2012 di mana pasar online masih tercatat 11% dari total penjualan ritel.
Melihat kondisi pasar Eropa yang berbeda dan dibandingkan dengan posisi Inggris di tahun 2012 lalu, bisa diramalkan bahwa pertumbuhan yang pesat ini juga akan direplikasi oleh Belanda, Jerman, Perancis, Denmark, Swedia, serta juga Australia.
Berdasarkan laporan Omnichannel Eropa Savills, negara Jerman dinilai sebagai pasar dengan daya Tarik terbesar bagi investor bidang logistic karena letak geografisnya. Jerman berada di sisi timur dan barat Eropa serta dihubungkan dengan jaringan infrastruktur yang berkualitas, sehingga menghasilkan peluang yang baik untuk transportasi darat maupun angkutan laut di Eropa. Banyak investor yang memiliki minat besar dalam sector logistic di Jerman.
Sementara Perancis dinilai memiliki potensi pertumbuhan yang kuat dalam e-commerce. Perancis memiliki tingkat penetrasi e-commerce 11,2% dengan peringkat yang masih lebih rendha dibandingkan Belanda, Jerman, dan Denmark.
Namun, Perancis kini sedang berada di titik pertumbuhan yang signifikan di pasar logistic di mana jaringan infrastruktur Perancis memadai. Namun, biaya tenaga kerja di Perancis sendiri masih tergolong cukup tinggi. Selain Perancis, ada Swedia yang juga mejadi pasar dengan potensi besar yang memiliki penetrasi e-commerce sebesar 10,5%.
Untuk kawasan Asia, India sebenarnya dinilai memiliki kemampuan untuk berkembang lebih pesat lagi karena memiliki faktor penetrasi seluler dan biaya tenaga kerja yang rendah serta kepadatan penduduk yang tinggi di perkotaan.
Namun, potensi-potensi tersebut belum didukung oleh booming manufaktur sehingga India belum bisa mengalahkan China. Tingkat penetrasi e-commerce di India cukup rendah yakni hanya 3,6%. Namun mengingat populasi India terus berkembang, diprediksi dalam lima tahun ke depan, pasa India akan memiliki potensi yang besar.